JUBAH YANG DIUNDI
Oleh: Vera Ginting
Apakah jubah itu?
Jubah merupakan sejenis pakaian yang fungsinya berbeda jauh dengan pakaian biasa serta tidak sembarang orang memakai jubah. Jubah biasanya dipakai oleh orang tertentu dan pada acara tertentu seperti saat hakim di ruang sidang, hari wisuda, saat pertua, diaken, atau pendeta sedang bertugas, atau saat seorang raja memberi wejangan di depan rakyatnya. Jubah melambangkan kekuasaan, peneguhan jabatan atau orang berilmu. Namun, jubah pula yang menutupi kepalsuan dan kejahatan. Hakim lalimpun kalau sudah memakai jubah terlihat bijaksana. Raja yang jahat akan terlihat berjaya dengan jubahnya. Pertua, diaken dan pendeta durnapun akan terlihat suci dengan jubahnya.
Dalam kitab Perjanjian Lama (PL), jubah imam dibuat dengan ketentuan-ketentuan yang harus dipatuhi oleh Nabi Musa (Keluaran 39). Ketetapannya menyangkut jenis bahan, warna, ukuran, model, siapa yang membuat, bagaimana membuatnya, sampai kapan saat digunakan. Dalam kegiatan keagamaan, jubah imam menjadi salah satu perlengkapan ibadah yang sakral.
Begitu juga dalam pemerintahan, jubah raja menjadi lambang kekuasaan dan kebesarannya. Sebagai imam dan raja damai, apakah semasa hidupnya Yesus memakai jubah? Kalau dilihat pada film “Yesus”.
Kalau direnungkan ulang, ini bukan ejekan, tetapi memang wajib bagi seorang imam menghadap Tuhan dengan pakaian dinasnya, yaitu jubah imam atau raja. Dia akan dibunuh dan mati, berarti Dia akan menghadap Tuhan yang mengutus-Nya ke dunia. Dia harus memakai jubah karena Dia akan menjadi imam pengantara antara manusia dan Tuhan untuk membawa korban pendamaian di Surga.
Belum sampai Surga, jubah itu dirampas oleh prajurit Romawi. Mereka pikir tidak pantas orang disalib memakai jubah. Mereka pikir juga terlalu mahal jubah dinodai dengan darah.
Jubah itu lebih layak diundi saja karena harganya mahal sehingga yang menang pantas mendapatkannya. Prajurit Romawi yang menang undi pantas dapat jubah tanpa membeli atau membuatnya. Ini pun bukan kebetulan.
Yesus menghadap Tuhan bukan seperti imam yang membawa seekor domba yang akan di sembelih. Kalau seperti itu, Yesus akan diminta kembali ke bumi karena tidak menggunakan pakaian dinas. Sampai sekarang, Yesus belum kembali. Berarti Dia sudah diterima di Surga bukan hanya sebagai imam, tetapi sekaligus sudah menjadi persembahan korban pendamaian antara Tuhan dan manusia.
Yesus menyerahkan diri sebagai domba sembelihan yang darah-Nya mengalir untuk menebus dosa manusia. tanpa pengesahan dari manusia. Oleh karena itu, Yesus tidak perlu memakai jubah di kayu salib. Yesus menghadap Tuhan tanpa jubah, tanpa kekuasaan, tanpa kekayaan, tanpa pengesahan dari manusia.
Tetapi, Yesus kaya dengan hati yang mengampuni, hati yang mau berkorban, hati yang penuh cinta kepada pengikut-Nya.
Yesus memberi gambaran sesungguhnya bahwa menghadap Tuhan tidak perlu dengan jubah yang melambangkan jabatan dan penguasaan Taurat dan ilmu di dunia.
Oleh karena itu, kita datang kepada Tuhan harusnya selalu apa adanya, tidak ditutup dengan jubah yang mungkin kualitas hati dan perbuatan tidak sesuai dengan tuntutan jubah yang digunakan.
Yesus disalib tanpa jubah, Yesus menghadap Tuhan tanpa pakaian dinas imam. Tetapi, kualitas hati dan perbuatan-Nya tidak bercela alias sempurna. Bagaimana kita menghadap Tuhan selama ini? Adakah kita memakai jubah kekuasaan atau kekayaan? Atau jubah kepalsuan dan kemunafikan?
Tulisan ini adalah sebagai perenungan menyongsong penangkuhan dan pengukuhen pertua diaken pada tanggal 19 September 2004 yang akan datang.
Oleh: Vera Ginting
Apakah jubah itu?
Jubah merupakan sejenis pakaian yang fungsinya berbeda jauh dengan pakaian biasa serta tidak sembarang orang memakai jubah. Jubah biasanya dipakai oleh orang tertentu dan pada acara tertentu seperti saat hakim di ruang sidang, hari wisuda, saat pertua, diaken, atau pendeta sedang bertugas, atau saat seorang raja memberi wejangan di depan rakyatnya. Jubah melambangkan kekuasaan, peneguhan jabatan atau orang berilmu. Namun, jubah pula yang menutupi kepalsuan dan kejahatan. Hakim lalimpun kalau sudah memakai jubah terlihat bijaksana. Raja yang jahat akan terlihat berjaya dengan jubahnya. Pertua, diaken dan pendeta durnapun akan terlihat suci dengan jubahnya.
Dalam kitab Perjanjian Lama (PL), jubah imam dibuat dengan ketentuan-ketentuan yang harus dipatuhi oleh Nabi Musa (Keluaran 39). Ketetapannya menyangkut jenis bahan, warna, ukuran, model, siapa yang membuat, bagaimana membuatnya, sampai kapan saat digunakan. Dalam kegiatan keagamaan, jubah imam menjadi salah satu perlengkapan ibadah yang sakral.
Begitu juga dalam pemerintahan, jubah raja menjadi lambang kekuasaan dan kebesarannya. Sebagai imam dan raja damai, apakah semasa hidupnya Yesus memakai jubah? Kalau dilihat pada film “Yesus”.
Kalau direnungkan ulang, ini bukan ejekan, tetapi memang wajib bagi seorang imam menghadap Tuhan dengan pakaian dinasnya, yaitu jubah imam atau raja. Dia akan dibunuh dan mati, berarti Dia akan menghadap Tuhan yang mengutus-Nya ke dunia. Dia harus memakai jubah karena Dia akan menjadi imam pengantara antara manusia dan Tuhan untuk membawa korban pendamaian di Surga.
Belum sampai Surga, jubah itu dirampas oleh prajurit Romawi. Mereka pikir tidak pantas orang disalib memakai jubah. Mereka pikir juga terlalu mahal jubah dinodai dengan darah.
Jubah itu lebih layak diundi saja karena harganya mahal sehingga yang menang pantas mendapatkannya. Prajurit Romawi yang menang undi pantas dapat jubah tanpa membeli atau membuatnya. Ini pun bukan kebetulan.
Yesus menghadap Tuhan bukan seperti imam yang membawa seekor domba yang akan di sembelih. Kalau seperti itu, Yesus akan diminta kembali ke bumi karena tidak menggunakan pakaian dinas. Sampai sekarang, Yesus belum kembali. Berarti Dia sudah diterima di Surga bukan hanya sebagai imam, tetapi sekaligus sudah menjadi persembahan korban pendamaian antara Tuhan dan manusia.
Yesus menyerahkan diri sebagai domba sembelihan yang darah-Nya mengalir untuk menebus dosa manusia. tanpa pengesahan dari manusia. Oleh karena itu, Yesus tidak perlu memakai jubah di kayu salib. Yesus menghadap Tuhan tanpa jubah, tanpa kekuasaan, tanpa kekayaan, tanpa pengesahan dari manusia.
Tetapi, Yesus kaya dengan hati yang mengampuni, hati yang mau berkorban, hati yang penuh cinta kepada pengikut-Nya.
Yesus memberi gambaran sesungguhnya bahwa menghadap Tuhan tidak perlu dengan jubah yang melambangkan jabatan dan penguasaan Taurat dan ilmu di dunia.
Oleh karena itu, kita datang kepada Tuhan harusnya selalu apa adanya, tidak ditutup dengan jubah yang mungkin kualitas hati dan perbuatan tidak sesuai dengan tuntutan jubah yang digunakan.
Yesus disalib tanpa jubah, Yesus menghadap Tuhan tanpa pakaian dinas imam. Tetapi, kualitas hati dan perbuatan-Nya tidak bercela alias sempurna. Bagaimana kita menghadap Tuhan selama ini? Adakah kita memakai jubah kekuasaan atau kekayaan? Atau jubah kepalsuan dan kemunafikan?
Tulisan ini adalah sebagai perenungan menyongsong penangkuhan dan pengukuhen pertua diaken pada tanggal 19 September 2004 yang akan datang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar